Tunggu sebentar...
Tindakan dan Intensi Penghancuran Sumber Kehidupan Masyarakat Adat dan Penyiksaan Fisik maupun Psikis dalam PSN Merauke
Tahun 2024, pemerintah nasional menerbitkan kebijakan dan Proyek Strategis Nasional (PSN) di Kabupaten Merauke untuk Pengembangan Pangan dan Energi atas nama ‘swasembada pangan dan energi’ melalui program cetak sawah baru dan perkebunan tebu dan bioetanol untuk kepentingan ekonomi dan perdagangan, yang melibatkan pemerintah nasional, pemerintah daerah, militer dan korporasi, Jhonlin Group dan konsorsium Global Papua Abadi, dengan target area of interest seluas 2,2 juta hektar di wilayah Kabupaten Merauke.
Kebijakan dan operasi PSN Merauke penuh kontroversial, melanggar konstitusi dan peraturan perundang-undangan, tanpa ada partisipasi bermakna dan mengabaikan prinsip FPIC (Free Prior and Informed Consent), terjadi perampasan tanah adat, pengrusakan lingkungan hidup yang bernilai penting dan deforestasi, penggusuran dan penghilangan sumber pangan rakyat, ancaman pemindahan penduduk secara paksa, terjadi manipulasi, intimidasi dan kekerasan verbal terhadap masyarakat adat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) dan Lingkungan.
Ekstraksi sumber daya alam, intensi dan tindakan perampasan sumber kehidupan kami masyarakat adat suku Malind Anim, Maklew, Khimahima, Yei dan sebagainya, terhadap tanah, hutan, rawa, lapang dan sungai, yang dilakukan dengan merusak, menghancurkan dan menghilangkan keseluruhan dan/atau sebagian sumber kehidupan, spiritualitas dan tempat suci kami, seperti halnya menghilangkan kehidupan kami, seperti juga menyiksa tubuh kami secara fisik dan psikis, yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat kami. Tindakan dan intensi penghancuran sumber kehidupan masyarakat adat dan penyiksaan fisik maupun psikis yang dialami Suku Malind Anim, Maklew, Khimahima, Yei, dalam kebijakan dan PSN Merauke merupakan wujud pelanggaran HAM.
Pelapor Khusus PBB melalui surat Ref.: AL IDN 1/2025 tanggal 7 Maret 2025 tentang Dugaan Pelanggaran HAM PSN Merauke, yang disampaikan kepada pemerintah Indonesia, telah menunjukkan dugaan pelanggaran HAM mencakup pelanggaran hak atas pangan dan gizi masyarakat terdampak, hak atas air, hak atas hidup sehat; hak atas lingkungan yang bersih dan berkelanjutan, rusak dan hilangnya keanekaragaman hayati, ekosistem perairan dan berdampak pada iklim global ; hak atas budaya, identitas dan pengetahuan asli ; hak perempuan dan anak, yang mana mereka sangat rentan terhadap akibat-akibat PSN Merauke dan proyek serupa sebelumnya, hilangnya sumber mata pencaharian dan pekerjaan tradisional, pengrusakan metabolisme, menurunnya vitalitas dan kesehatan menyusui, anak kekurangan gizi dan stunting ; hak atas kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat.
Bagaimanapun proyek PSN Merauke melanggar konstitusi dan pelanggaran HAM serius ini semestinya diakhiri. Seharusnya negara berkewajiban menghormati dan melindungi hak hidup masyarakat adat Malind Anim dan lingkungan hidup.
Kami, Solidaritas Merauke, menyatakan menolak sepenuhnya akal bulus perampasan kekayaan rakyat lewat pembaruan kebijakan. Kami menuntut penghentian total Proyek Strategis Nasional serta proyek-proyek atas nama kepentingan nasional lainnya yang jelas-jelas mengorbankan rakyat. Pelaku kejahatan-negara-korporasi wajib mengembalikan semua kekayaan rakyat yang dicuri dan segera memulihkan kesehatan dan ruang hidup rakyat di seluruh wilayah yang dikorbankan atas nama kepentingan nasional.
Secara khusus kami meminta kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, untuk mengambil langkah-langkah hukum yang efektif dan menggunakan kewenangan untuk perlindungan HAM, hak perempuan dan hak anak, dan kelompok rentan lainnya dalam proyek PSN Merauke.
Melakukan kajian, penyelidikan dan pemantauan atas dugaan dan potensi pelanggaran HAM dalam proyek PSN Merauke, memanggil dan memeriksa pejabat menteri dan lembaga yang bertanggung jawab atas PSN Merauke, serta menghasilkan rekomendasi yang disampaikan kepada pemerintah nasional dan daerah, termasuk korporasi.
Kami meminta Komnas HAM menindaklanjuti pemantauan terhadap pelaksanaan rekomendasi Komnas HAM terkait PSN Merauke berdasarkan Surat Nomor 189/PM.00/R/III/2025 Tanggal 17 Maret 2025, yang meminta Gubernur Papua Selatan dan Bupati Merauke sebagai berikut : (1) meningkatkan keterlibatan masyarakat adat dalam perencanaan proyek; (2) melakukan pemantauan tanah ulayat dengan partisipasi masyarakat ; (3) pengakuan terhadap hak ulayat masyarakat hukum adat; (4) meningkatkan transparansi dalam proses penetapan HPK dan HPL ; (5) memastikan keberlanjutan sosial dan ekonomi masyarakat adat.
Berita Terkait